Rabu, 15 Januari 2014

New Year's Eve!




Apa yang kamu pikirkan ketika bunyi suara terompet terdengar dan warna-warni kembang api memenuhi langit. Happy New Year!. Akhirnya aku telah mampu melewati satu tahun tepatnya 365 hari 12 bulan 48 minggu 8760 jam dengan penuh warna warni hitam putih abu-abu. Akhirnya aku bisa mengerti arti sebuah waktu, sebuah perjuangan karena di tahun 2013 lah dimana aku bisa mencapai keinginanku dan melewati masa-masa yang sulit. Aku harus kehilangan banyak orang yang aku sayang, aku harus mendapatkan cobaan yang berat, aku harus beradaptasi dengan dunia baruku. Namun itu tidak menjadi penghalang di hidupku, aku tetap bersyukur aku masih mendapatkan sesuatu yang lebih berarti dari sebuah kehilangan.

Kadang kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok, bahkan kita tidak bisa meraba-raba. Hidup itu spektakuler penuh dengan kejutan yang kamu tidak tahu apa itu isinya. 2014 menjadi sebuah awalku melangkah ke dunia sesungguhnya, kini aku sudah bisa berjalan sendiri tanpa perlu berpegangan tangan dengan orang tua. Menjadi remaja yang beranjak dewasa yang suatu hari mimpi terbesarnya akan menjadi kenyataan.

Apa resolusimu di tahun 2014? Aku memiliki banyak resolusi di tahun ini salah satunya adalah aku ingin IP pertamaku di Sastra Jepang Undip bisa >3 atau 3 pas saja aku udah bahagia banget. Aku berharap juga tahun ini aku bisa menerima beasiswa PPA karena uang UKT yang aku dapet di Undip itu mahal banget dan rasanya untuk mengeluarkan uang sebanyak itu selama 8 semester orang tuaku bisa sakit-sakitan sepertinya. Makanya aku pengen banget ngasih yang terbaik untuk mereka dengan belajar giat disini dan bisa meraih IP yang tinggi untuk memperoleh beasiswa.



Tahun 2014 itu tahun kuda tapi sepertinya masih belum kudapati cintamu hahahaha apa banget itu kata-katanya. Tahun ini aku berharap akan ada orang yang mengisi hari-hariku lebih dari sekedar teman mengobrol di BBM. Salah satu wishesku di tahun baru ini adalah memiliki pacar hehehehe. Terkadang aku memang membutuhkan moment disaat aku bisa bertengkar dengan seseorang, bermanjaan dengan seseorang selain mamah dan adik-adikku pastinya. Tahun ini aku lebih bersemangat untuk mengikuti banyak kegiatan, mengeksplor potensi di dalam diriku dan sebisa mungkin tidak menjadi mahasiswa yang pasif.

Rasanya kamu engga mungkin engga melek teknologi di jaman super duper canggih ini. Sekarang semua basisnya online apapun bidangnya. Bahkan BlackBerry sekarang terancam punah karena kalah dengan teknologi android dan smartphone lainnya. Entahlah walaupun aku pengguna salah satu merk smartphone terkenal kadang aku masih belum bisa mengaplikasikannya dengan baik. Benefitnya memang sangat banyak salah satunya aku bisa selalu up date tentang informasi lewat sosial media yang dengan mudah aku download seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, Pinterest, You Tube, Line dll. Aku bisa tau tentang beasiswa, seputar travelling, artikel, dunia kemahasiswaan, berita dan masih banyak lagi benefit yang aku peroleh.

Pada intinya di tahun ini aku ingin segala resolusi yang telah aku catat bisa tercapai semua, dan yang paling utama adalah menjadi manusia yang lebih baik lagi karena setiap tahun memiliki cerita yang berbeda-beda. Setiap waktu yang kita lewati terkadang kita tak sadar bahwa telah melewati banyak perubahan. Sama seperti yang aku alami tidak terasa aku sudah hidup sendiri di Semarang selama kurang lebih 6 bulan tanpa orang tua. Aku harus belajar lebih mandiri disini, belajar memanage uang dan waktu terlebih mengatur pola makan juga kesehatan.

Pada awalnya aku kira jauh dari orang tua adalah pilihan yang buruk tapi setelah berhari-hari aku jalani, menemukan hal-hal  baru menemukan orang-orang baru disini aku mulai beradaptasi dan menikmati bahwa inilah artinya hidup. Ketika kita merantau kita akan merasakan betapa berharganya waktu kita besama keluarga dan mengapa dari dulu orang tua kita cerewet dan rewel pada kita jika kita melakukan hal yang tidak baik atau tidak sesuai. Kamu akan merasakan bahwa tempat ternyaman dan teraman itu hanyalah rumah. Kita tidak akan pernah tahu apa saja yang direncanakan Tuhan pada kita. Karena itu aku merasa 2014 adalah langkah awalku untuk merangkai sebuah mimpi yang masih belum tercapai. Happy New Year's :)

Senin, 13 Januari 2014

Rangkaian Kata #WFFB



FanFiction ini diambil dari novel Refrain dan Remember When karya Winna Efendi.

Kamu sempat buatku berpikir semua yang kita punya nyata.
Kamu dan semua kata-katamu semua palsu.
Kau pernah bilang aku istimewa di hidupmu.
Takkan ada yang mampu gantikan cintaku padamu.
Kau tatap mataku kau bilang hatimu untukku.
Kau berjanji padaku takkan pernah pergi dariku.

Lagu rangkaian kata dari Gita Gutawa yang baru-baru ini ngehits di beberapa radio sedang mengalun indah di telingaku. Cuaca sore yang mendung hampir menyerupai suasana hatiku sepertinya. Aku menunggu seseorang disini, tapi bukan Oliver. Ah! aku medengus setiap kali harus mengucap nama lelaki itu. Oliver kemana dia, mengapa dia harus pergi? kenapa dia harus menghilang dengan cara seperti ini dan membuatku kini harus menunggu layaknya orang kehilangan arah. Aku yang sekarang seperti orang yang kehilangan sebelah ginjalnya. Tak bisa bergerak, bernafas apalagi tersenyum. Tidak ada lagi warna-warna pelangi di hidupku yang ada hanya hitam-putih-abu-abu. Kemana dirimu Oliver? sedang apa dan dimana kamu. Untuk kesekian kalinya aku melakukan hal yang sama selama beberapa bulan ini setelah pengakuan Oliver yang tidak jelas alasannya menurut akal sehatku.

"Freyaaaaaaaa!"

Suara cempreng Niki kini sungguh mengganggu fokusku pada layar monitor. Niki sahabatku sejak duduk di bangku SMA adalah perempuan yang periang, penuh tawa, cantik, anggun tapi hanya terkadang disaat tertentu ketika dia harus terpaksa memakai heels. Kadang aku suka berpikir mengapa dia sangat membenci heels padahal heels itu adalah hal yang wajib banget di pake kaum hawa di dunia, tapi dia sepertinya sudah memasang tulisan "I HATE HIGH HEELS" di dahinya. Niki menyukai dunia fotografi, dia sudah mengeluti bidang fotografi dari kelas 1 SMA. Sekarang aku dan Niki sah menjadi mahasiswa sastra di Universitas Gadjah Mada Jogjakarta. Sudah 3 tahun ini Niki dan kamera Canon DSLR yang menggantung di lehernya setia menjadi teman baikku disaaat hunting foto di kota gudeg ini. Aku dan Oliver biasanya yang menjadi model jepretan tangan gadis tomboy yang kemana-mana selalu pakai sneakers biru dongker yang sudah lusuh itu. Tapi itu dulu, ya itu dulu ah lagi-lagi aku harus throwback. Aku mendengus kesal.

***


"Berisik banget sih lo ganggu konsentrasi gue buat nulis tau nggak"


"Ya ampun hari gini masih ajah tuh olahraga jari hahaha"

Weekend adalah hari ternyaman untuk menulis di blog pribadiku, biasanya aku menulis cerpen atau kegiatan sehari-hariku dan pastinya disertai foto-foto hasil jepretan Niki. Aku suka sekali menulis karena dari kecil aku bercita-cita ingin menjadi penulis seperti Dewi Lestari dan setelah aku menemukan passionku di bidang ini akhirnya aku memberanikan diri untuk muncul di dunia pembloggeran.
HummingBird terlihat sepi minggu sore ini padahal biasanya cafe ini sangat ramai di datangi para remaja jogja. Cafe ini adalah tempat favoritku untuk menulis, di temani segelas caramel frappio dan red velvet cake aku betah berlama-lama menulis disini. Biasanya aku di temani Oliver ketika aku butuh moodbooster untuk merangkai kata-kata. Tapi sekarang sepertinya dia hanya tinggal bayangan di mataku. Oliver entahlah bagaimana aku harus mendeskripsikan sosok itu dia terlalu absurd buatku tapi dia nyata. Laki-laki itu datang ke dalam hidupku seperti air hujan yang tiba-tiba turun di saat matahari terik. Tak terduga, penuh dengan kejutan. 

Oliver adalah sosok yang pertama kali aku temui saat masuk universitas, aku ingat pertama kali dia memanggilku
"Hey sorry nama lo siapa? anak sastra juga?" terdengar suara dari belakang tubuhku. 

Saat itu aku sedang mengantri untuk foto pembuatan kartu mahasiswa terdengar suara orang menyapa sambil menepuk bahuku dari belakang.

"Hey namaku freya, iyah aku sastra jepang. Kamu?" sambil berjabat tangan aku tersenyum melihat sosok laki-laki yang begitu tampan rupanya. 

"Gue Oliver, oh sastra jepang kalo gue sastra indonesia nih. Lo asli jogja yah?" 

"Iya aku asli jogja emangnya kamu asli mana?"

"Oh gue dari jakarta nih." 

Berawal dari pertemuan itulah aku menjadi dekat dengan Oliver, walaupun aku dan dia berbeda jurusan Oliver selalu menyempatkan waktu untuk mengobrol denganku di kampus. Kadang kalo aku sedang bosan di kost aku menghubungi dia untuk mengajaknya makan. Suatu ketika Oliver pernah mengajakku ke bukit bintang, tempat yang paling romantis di jogja dan biasanya banyak banget orang pacaran menjadikan tempat itu tempat favorit mereka. Aku ingat itu malam minggu terakhir di bulan desember. 

"Kamu ngapain ajak aku kesini liv?" 

"Gue cuma pengen kasih tau ke bintang yang di atas sana kalo ada bintang yang jatuh dari langit ke hati gue" jawab oliver sambil menunjukan ke atas langit.

Tiba-tiba suasana malam ini menghangat entah mengapa mukaku sepertinya memerah ketika Oliver mulai mendekat dan memandang wajahku begitu lekat. Belum pernah sekalipun ada lelaki yang berani berbicara denganku sedekat ini. Begitu hangat begitu dekat.

"Frey tau nggak perbedaan lo sama bintang yang ada di atas langit sana?"

Oliver menunjukan jarinya ke atas langit sambil terus menatap wajahku lekat, hampir saja bibirnya menyentuh bibirku sedikit lagi namun aku segera memalingkan wajahku. Aku tahu pasti mukaku sudah merah seperti apel karena aku belum pernah merasakan begitu dekat dengan seorang laki-laki dan Oliver lah orang pertama yang memperlakukanku seperti ini.

"Bedanya? hmm aku nggak tau liv."

Begitu polosnya aku menjawab membuat Oliver semakin gemas dan mencubit pipiku diiringi tawanya yang khas membuat hatiku semakin berdebar tak karuan. Oh Tuhan! Perasaan apa ini? batinku.

"Kalo bintang yang diatas sana kan menyinari langit malem ini kalo lo frey menyinari hati gue malem ini"

Oliver tersenyum menggodaku dan saat aku ingin mecubit pipinya karena kesal digoda olehnya tiba-tiba dengan cepat Oliver menarik tanganku dan memegang erat tanganku. Disematkannya cincin emas berbentuk bintang ke jemariku lalu dia tersenyum. 

"Frey karena kita lagi di bukit bintang ini gue kasih buat lo, dijaga ya! kalo lo lagi bosen atau takut pegang ajah cincin ini ntar gue pasti dateng"

Sambil menyeringai lebar Oliver menyematkan cincinnya padaku, aku tahu dia menahan tawa sungguh ini guyonan yang sudah tak terhitung berapa kalinya Oliver lakukan padaku. Dia penuh kejutan selalu ada hari-hari indah bersamanya. Namun dalam hati aku menginginkan sesuatu yang lebih darinya. 

"Oliver! guyonan apalagi sih ini hah? edisi malem minggu yah huuuuuu"

Kami berdua tertawa dengan riang dan Oliver melingkarkan tangannya ke tubuhku, mendekapku dengan hangat sambil melihat langit di atas bukit bintang. Aku bahagia malam itu walaupun di dalam hatiku ada rasa mengganjal tentang sikap Oliver yang begitu perhatian, hangat serta lembut padaku layaknya seorang kekasih.
***

Esok hari dikampus aku terburu-buru karena ada presentasi jam 08.00 dan aku baru sampai kampus pukul 07.45. Aku sedang tidak fokus berjalan dan tiba-tiba saja menabrak seseorang yang sedang berjalan berlawan arah denganku

“Woy ati-ati kalo jalan mba liat pake mata jangan pake idung!"

Kertas-kertas makalahku terjatuh semua karena tertabrak gadis itu, aku cepat-cepat membereskannya dan segera bangun untuk meminta maaf padanya.

“Sorry yah maaf banget tadi aku lagi nggak fokus buru-buru mau presentasi” .

Gadis itu hanya menyunggingkan senyum tipis yang rasanya seperti tidak ikhlas menerima permintaan maafku. Lalu dia pergi begitu saja dan aku segera berlari ke dalam kelas. Kemarin malam saat aku sedang berjalan di sekitar Malioboro aku melihat Oliver sedang berjalan dengan seorang gadis sambil merangkul tubuhnya mesra sekali. Entah siapa gadis itu aku hanya melihat dari kejauhan ketika Niki memanggilku untuk membeli wedang ronde, Oliver dan gadis itu sudah menghilang dari pandanganku. Aku baru tersadar kalau gadis yang aku tabrak tadi pagi adalah gadis yang bersama Oliver malam itu. Hari ini aku dan Oliver ada janji dengan Niki untuk hunting foto di Candi Prambanan namun tiba-tiba Oliver mengirim pesan kalau hari ini dia tidak bisa datang karena ada kuliah tambahan. Aku hanya mendengus kesal melihat layar handphoneku saat membaca pesan itu. 

“Kenapa si Oliver nggak dateng?  padahal viewnya udah oke banget nih buat foto prewedding selanjutnya” 

“Apaan sih kamu Nik emang aku sama Oliver mau nikah apa pake bilang foto prewed segala”

“Loh bukannya kalian pacaran? mesra gitu juga makanya gue seneng jadiin lo sama dia model jepretan gue”

Selama ini Niki hanya tahu kalau aku dan Oliver adalah sepasang kekasih karena pada awal aku mengenalkan Oliver padanya dia mengaku pacarku. Itu bukanlah pengakuan sebenarnya namun itu hanya bercandaan Oliver dan aku sudah terbiasa dengan itu walaupun kadang-kadang aku masih tak mengerti mengapa dia selalu memberi kode tanpa mau mengatakan sesungguhnya tentang perasaannya. Niki percaya saja dengan perkataan Oliver karena menurut dia aku dan Oliver pasangan yang cocok.

“Selama ini aku nggak pernah pacaran sama dia Nik"

“Maksud lo frey?”

“Waktu awal aku kenalin Oliver ke kamu itu dia cuma bercanda kalo dia itu pacar aku, kami cuma temenan ajah Nik”.

Aku mengatakan itu pada Niki dengan nada suara yang begitu melemah tanpa aku sadari ada bulir-bulir air mata yang menetes dan aku mulai merasa hatiku sakit.

“Frey loh kenapa lo jadi nangis gini? yah beneran batal dong photoshoot hari ini"

Niki segera mengusap air mata yang ada di pipiku, mengajakku untuk duduk dan bercerita apa yang sesungguhnya terjadi. 

“Jadi semua itu cuma bercandaan dan kalian nggak pacaran? tapi lo suka frey sama dia gitu? Oliver jahat banget sih frey sama lo dia tuh jadi cowok nggak peka apa gimana sih!”

“Aku cuma bisa diam Nik dan menyimpan perasaan yang nggak terbalaskan ini aku tahu ada orang yang disukai Oliver dan itu bukan aku”

“Maksud lo dia udah punya pacar gitu? Saran gue nih yah mending lo tanya kepastian Oliver tanyain ke dia kenapa bersikap seperti lo itu pacarnya. Jangan mau di PHPin ama cowok freyaaaaaaaa!”

Ucapan Niki yang kemarin di Prambanan itu seperti tamparan bagiku. Benar kata dia mengapa sampai sekarang aku masih terdiam dan tidak kunjung berani menanyakan apa yang sesungguhnya Oliver rasakan padaku. Apa dia menyukaiku sebagai teman atau lebih dari teman. Aku memutuskan untuk bertemu dengan Oliver di bukit bintang pukul 7 malam. Dengan sweater flowers pink pemberian Oliver saat aku ulang tahun bulan lalu aku menunggunya disana bersama bintang-bintang yang berkelap-kelip.
Tiba-tiba saja ada yang memelukku dari belakang. Oliver. 

“Udah lama nunggu gue disini ya frey?”

Oliver datang dengan suara yang begitu menggoda, aku membalikkan tubuhku ke hadapannya. Aku memberanikan diri untuk memandang wajahnya dan menatap matanya lalu tanpa aku sadari aku mengeluarkan kata-kata yang tidak sejalan dengan otakku.

“Selama ini kita udah habisin waktu bareng-bareng dan kamu selalu bersikap menganggapku lebih dari teman, sebenarnya perasaan kamu ke aku seperti apa sih liv?”. 

Oliver hanya tertawa saat aku berbicara begitu seriusnya. 

“Frey lo tumben banget tau nggak ngomong serius ke gue biasanya juga kan kita bercandaan frey nggak pernah beneran serius kaya gini”

Jadi kamu juga tidak benar-benar serius dengan perasaanmu, tidak serius dengan sikapmu lalu aku ini kamu anggap apa? batinku rasanya ingin menjerit seperti itu namun aku urungkan karena aku begitu malu dan takut kalau benar-benar salah paham atas semua sikap Oliver selama ini.

“Kita ini temenan Frey udah hampir satu tahun di kampus ya selamanya lo jadi temen gue malah sahabat gue. Soal sikap gue ke lo menurut gue wajar Frey toh semua cewek yang deket sama gue juga gue perlakuin kaya gitu”

Kata-kata Oliver begitu menusuk hatiku, aku seperti kehilangan keseimbanganku setelah mendengar pengakuannya. Aku kecewa. Jadi memang benar selama ini Oliver hanya menyebar seluruh kata-kata manis di hadapan seluruh wanita termasuk aku dan aku begitu bodohnya percaya bahwa Oliver menyukaiku lebih dari sekedar teman dekat. Aku salah telah menyukaimu Oliver. Semua itu hanya rangkaian kata dan itu seperti sebuah alarm untuk membuatku wake up to reality.
Aku pergi ke bukit bintang sendirian tanpa Oliver, kini aku menjauh dari Oliver setiap kali Oliver mencoba menghubungiku aku menghiraukannya dan saat berada di kampus pun aku mencoba menghindar darinya. Aku membuang cincin bintang pemberian Oliver dan aku menyadari bahwa perasaan suka bisa kapan saja datang dan bisa kapan saja pergi. Oliver datang dengan penuh kejutan dan sekarang aku tahu apa  sebenarnya kejutan itu. Itu adalah rangkaian kata.
***